Sam Poo Kong, Semarang Rasa Beijing


Holla!! Pada post kedua kali ini gue akan menceritakan pengalaman gue sewaktu studi wisata ke sebuah kelenteng di Kota Semarang tanggal 7 Maret 2015 lalu (Walaupun udah kuliah, tapi tetep aja ya masih ada studi wisata ). Yap, Sam Poo Kong. Tujuan gue ke sana adalah untuk mengikuti pelatihan fotografi jurnalistik yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Kegiatan Lembaga Pers Mahasiswa EDENTS (semacam Ekstrakurikuler yang berfokus pada bidang jurnalistik). Sebelum pergi, gue dan temen-temen kumpul dulu nih di Masjid Kampus Undip.

Nah yang penasaran gimana bentuk MASKAM UNDIP nih gue kasih fotonya..

maskam Undip
Rumor yang beredar sih katanya atap Masjid ini menyerupai simbol freemanson (eh bener gak nih nulisnya). Loh kok jadi bahas atap masjid sih haha. Yaudah langsung saja gue lanjutkan ceritanya.

Setelah semuanya berkumpul, kami langsung berangkat ke sana. Perjalanan dari Tembalang menuju ke Sam Poo Kong memakan waktu sekitar 25 menit naik motor (untung waktu itu gak macet). Kami pun membeli tiket masuk. Tiket masuknya sangat terjangkau, yakni Rp.3000 untuk turis domestik dan Rp 10.000 untuk turis asing (Di mana-mana tiket masuk buat kaum gue pasti dimahalin *kata turis asing dalem hati). 

Setelah membeli tiket masuk, kami langsung masuk ke dalam kelenteng yang menjadi kebanggan Warga Semarang itu. Atmosfer berbeda langsung terasa ketika gue menginjakkan kaki di tempat ini. Serasa di Beijing njir wkwkw *lebay. Tapi sungguh, atmosfer negeri tirai bambu sangat terasa di sini.

Klenteng Agung Sam Poo Kong


Banyak yang mengira klenteng ini berafiliasi ke agama Buddha/Konghucu. Padahal, latar belakang didirikannya Klenteng ini adalah mengenang singgahnya seorang Laksamana muslim asal Tiongkok yakni Laksamana Cheng Ho di Kota Semarang. Walaupun laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka dianggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat orang Tionghoa menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.
Di area klenteng berdiri sebuah patung megah yang ternyata adalah patung Laksamana Cheng Ho. FYI, gue pikir awalnya patung itu adalah patung Buddha, haha
Kami dibagi menjadi 9 kelompok. Setelah mendengarkan pengarahan dari tutor, kami pun berkeliling areal klenteng untuk mengambil foto jurnalistik. Kalo yang belum tahu foto jurnalistik itu apa……hmm cari tahu sendiri lah kan ada mbah gugel yes. Sembari meng-hunting foto jurnalistik, gue pun sekalian foto-foto…hehe.. (mumpung lagi di Sam Poo Kong)

kelompok 9
Sam Poo Kong terdiri atas 3 bangunan utama. Bangunan utama adalah bangunan terbesar yang merupakan pusat dari ritual pemujaan. Konon di dalam bangunan utama terdapat sebuah gua yang dulunya adalah tempat Laksamana Cheng Ho melakukan ibadah solat untuk pertama kali. Sayang gue ga bisa masuk, karena buat masuk ke ruang ibadah dikenakan tarif tambahan sebesar Rp.20.000. 

Yaaaah …lumayan tuh buat makan sehari haha (irit ala anak kosan).

Atraksi Gedawangan. Pada hari-hari tertentu (biasanya saat akhir pekan) pengunjung bisa menyaksikan pertunjukan khas Tionghoa seperti barongsai, naga liong, dan gedawangan
Sam Poo Kong

Deretan lampion di Sam Poo Kong

Berdasarkan info yang gua baca di website seputarsemarang.com, di Sam Poo Kong terdapat kelenteng Thao Tee Kong yang merupakan tempat pemujaan Dewa Bumi untuk memohon berkah dan keselamatan hidup. Sedangkan tempat pemujaan Kyai Juru Mudi berupa makam juru mudi kapal yang ditumpangi Laksamana Cheng Ho.

Tempat pemujaan lainnya dinamai kyai Jangkar, karena di sini tersimpan jangkar asli kapal Cheng Ho yang dihias dengan kain warna merah pula. Di sini digunakan untuk sembahyang arwah Ho Ping, yaitu mendoakan arwah yang tidak bersanak keluarga yang mungkin belum mendapat tempat di alam baka.

Bangunan utama
Lalu ada tempat pemujaan Kyai Cundrik Bumi, yang dulunya merupakan tempat penyimpanan segala jenis persenjataan yang digunakan awak kapal Cheng Ho, serta Kyai dan Nyai Tumpeng yang mewakili tempat penyimpanan bahan makanan pada zaman Cheng Ho.

tiga bangunan utama Sam Poo Kong
Setelah 1.5 jam berburu foto jurnalistik, kami pun berkumpul di sebuah bangunan yang sepertinya merupakan bangunan serbaguna. Namun, bangunan ini juga kental akan ornament dan arsitektur khas Tiongkok. Ini foto bangunannya

gedung serbaguna yang gua maksud


Setelah mendengarkan evaluasi dari masing-masing kelompok, kini giliran kelompok gue yang dievaluasi. Pertama adalah menyerahkan foto jurnalistik terbaik dari kelompok gue. Dan foto hasil jepretan kamera gue yang dipilih untuk dipresentasikan (bangga dong wkwk). Namun apa yang terjadi……….. ternyata foto hasil jepretan gue GAK LAYAK disebut FOTO JURNALISTIK! WHAT??????!!!! KOK BISAAAA???? Ternyata ini alasannya:
Karena gue mengambil gambarnya dengan menggunakan mode panorama, sementara kata tutornya, untuk foto jurnalistik tidak boleh menggunakan mode panorama….

Ekspresi Gue:


aku kudu piye mzzzz
Yah sedih deh :(
Buat yang penasaran sama foto EPIC FAIL gue, ini dia fotonya:


Hmmmm…bagus sih…

Setelah mendengarkan evaluasi, kami pun pulang dengan membawa ilmu baru.

Sekianpost gue kali ini. Tunggu post-post gue yang lainnya ya!

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.