Lawang Sewu yang Tak Seangker Dulu


Minggu, 19 April 2015, gue dan teman-teman jurusan IESP yang mengambil mata kuliah Kewirausahaan berkesempatan mengikuti seminar tentang Sukses Bisnis Cara Rasulullah. Seminar ini diadakan di Gedung Gradhika Bhakti Jaya, yang masih satu kompleks dengan kantor Gubernur Jawa Tengah.

Di tiketnya tertulis, seminar berlangsung dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Buset, lama amat😿. Akhirnya sebelum seminar selesai, gue memutuskan untuk keluar lebih dulu.

Gue     : Masih jam 12 nih, enaknya ke mana ya? Jalan-jalan po??
Eka      : Gue mah ayok
Gue     : Ke Lawang Sewu yok! Gue belom pernah ke sana
Eka      : Gue mah ayok

Ah ini orang, ga ada kalimat lain apa selain “Gue mah ayok”. Untung gue gak bilang:
“Nyebur jurang yok!


Kalo si Eka jawab: “Gue mah Ayok”, hmmm bisa berabe.

Gue mengusulkan untuk pergi ke Lawang Sewu karena selain letaknya yang tidak terlalu jauh dari lokasi seminar, juga karena tiket masuknya yang murah. Pas deh buat kantong anak kosan. Gue juga udah sejak lama penasaran sama tempat ini. Katanya sih serem. Katanya loh ya. Ayo kita buktikan sendiri. Gue lalu mengajak teman-teman cewek gue untuk ikut ke Lawang Sewu. Ternyata, mereka mau ikut. Yes! Tambah Rame!

Gue lalu berangkat menuju Lawang Sewu bersama teman-teman gue, yakni Eka, Petra, Alfyan, Julian, Daniel, Jonathan, Gina, Novi, Rima, Aris, dan Faly (Buset rame amat yak). Perjalanan dari lokasi seminar (Jalan Pahlawan) menuju Lawang Sewu menghabiskan waktu sekitar 10-15 menit. Ternyata Gubernuran - Lawang Sewu sedekat itu... 🤣

Baca Juga : Old City 3D Trick Art Museum Semarang, Worth it or Not?

Kami tiba di Lawang Sewu pukul 1 siang. Pengunjungnya ruame banget. Selain karena libur akhir pekan, ternyata di sana sedang diadakan Semarang Industrial Expo 2015 yang termasuk dalam rangkaian Semarang Great Sale 2015.

Semarang Industrial Expo
Semuanya udah tiba di lokasi, kecuali Eka, Aris, sama Faly. Kemana mereka gerangan?? Apakah mereka tersesat dan tak tahu arah jalan pulang? Ternyata eh ternyata, si Eka kena tilang. Akhirnya dia dikasih surat tilang dan wajib ikut sidang tanggal 8 Mei nanti. Masalahnya sih sepele, karena pas lampu merah, motornya si Eka Cuma sedikit lewat garis batas zebra cross. Sepele kan? Tapi gue salut sama Pak Polisi. Hukum tetaplah Hukum. Meskipun langit ingin runtuh, tetapi HUKUM tetap harus ditegakkan *eaaaak.
surat Tilangnya Eka

Nah, Eka udah ketemu. Sekarang di mana Aris dan Faly? Mungkin mereka lelah dan ingin pulang ke rumah. Kami pun masuk ke dalam Lawang Sewu. Ternyata untuk masuk ke dalam bangunan Lawang sewu tidak dikenakan biaya sepeser pun alias gratis. Kita hanya dianjurkan untuk menyewa pemandu (tour guide). Akhirnya, kami menyewa seorang tour guide. Biayanya cukup murah, cuma Rp 50.000.

*Update : Sekarang pihak Pengelola Lawang Sewu memberlakukan tiket masuk yakni Rp 10.000 (untuk dewasa) dan Rp 5000 (untuk pelajar dan anak-anak). Tidak wajib menyewa tour guide 

Beliau pun mulai menjelaskan sejarah singkat tentang Lawang Sewu. Lawang Sewu dibangun oleh pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Bangunan yang terletak di persimpangan Jalan Pandanaran dan Jalan Pemuda ini mulanya merupakan kantor Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS), yakni pusat perusahaan kereta api milik Belanda.

Prasasti pendirian Lawang Sewu
Secara Harfiah, dalam bahasa Indonesia 'Lawang Sewu' berarti 1000 pintu. Bermakna bahwa bangunan ini memiliki banyak pintu. Namun, tour guide kami mengatakan bahwa sebenarnya Lawang Sewu hanya memiliki 429 buah pintu.

Selasar lantai 2 Lawang sewu


Bangunan pertama yang beliau jelaskan adalah sebuah bangunan kecil, yang ternyata merupakan sebuah sumur. Dan yang bikin kaget adalah kedalaman sumur itu cuy! Sumur itu berkedalaman 1000 meter alias 1 KILOMETER!! Wow, amazing!!! Tapi sedalam apapun sumur itu, tetap lebih dalam rasa cintaku kepadamu *Lah. Konon katanya, jika kita meminum air dari dalam sumur itu, wajah kita akan terlihat awet muda. Jadi pengen minum air sumur ituu deh :(


Sumur berkedalaman 1 Km
Baca Juga : Merasakan Bali yang Sesungguhnya di Desa Tenganan Pegringsingan

Kami lalu masuk ke bangunan utama. Menurut penuturan beliau, Lawang Sewu dibangun tanpa menggunakan semen sedikitpun. Melainkan dengan menggunakan campuran bata merah yang dicampur dengan kapur. Seni dan cita rasa yang tinggi menghiasi Gedung yang konon katanya terkenal angker ini. Bagaimana tidak, keramiknya saja terbuat dari marmer yang didatangkan langsung dari Negeri Pizza (Italia). Sementara batanya, didatangkan langsung dari Negeri Kincir Angin (Belanda). Menurut gue, kesan angker sama sekali tidak terasa di dalam gedung ini.

Kami lalu diajak menuju sudut bangunan yang terdapat kaca patri yang sangat indah. Di kaca patri tersebut tergambar dua sosok wanita yang merupakan Dewi Venus (Dewi Cinta) dan Dewi Fortuna (Dewi Keberuntungan). Ternyata sudut bangunan ini pernah dijadikan lokasi syuting Film Ayat-Ayat Cinta. Sungguh, mahakarya yang sangat indah. Sekali lagi, tidak ada kesan angker.
Kaca Patri dengan gambar dua sosok Dewi
Kemudian kami diajak untuk melihat selasar yang dulunya adalah tempat untuk melihat matahari terbit. Sekarang, tempat tersebut telah berdiri sebuah monument berbentuk lingga. Ya, itulah tugu Muda. Tugu setinggi 5,3 meter ini dibangun untuk mengenang wafatnya para pahlawan dalam pertempuran 5 hari di Semarang. Persis di seberang tugu Muda, terdapat sebuah bangunan bercat putih yang dulunya merupakan bangunan Pengadilan. Namun sekarang telah beralih fungsi menjadi bangunan Museum Perjuangan Mandala Bhakti. Perjalanan kami harus dihentikan sejenak karena Aris dan Faly ternyata sudah sampai di Lawang Sewu. Kirain udah pulang mereka, hahaha 🤣

pemandangan dari selasar

Katedral Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci Randusari (Gereja Katedral Semarang) dilihat dari Gedung Lawang Sewu

Setelah Aris dan Faly bergabung, perjalanan kami berlanjut ke gedung belakang yang sebenarnya masih menyatu dengan gedung utama. Di sini terdapat ruangan bawah tanah yang sebenarnya berfungsi untuk menampung air hujan. Air hujan lalu ditampung kemudian dialirkan menuju laut. Namun pada zaman pendudukan Jepang, ruangan ini dijadikan sebagai penjara. Di bangunan ini terdapat sebuah ruangan yang cukup luas. Ternyata dulunya, ruangan ini berfungsi sebagai ruang dansa. Tentunya yang bisa berdansa di sini hanyalah orang-orang Belanda. Di dekat bangunan ini terdapat sebuah kali kecil yang pada masa pendudukan Jepang digunakan untuk membuang mayat para tahanan. 

Baca Juga : Liburan ke Solo dan Jogja Udah 'Mainstream'? Ke Ambarawa Aja~

kali kecil yang dulunya digunakan untuk membuang mayat

Ada yang unik dari Lawang Sewu. Jika kita perhatikan jendelanya, maka engsel jendela terletak di bawah, bukan di atas atau di samping seperti jendela pada umumnya.

‘’Kalau kalian punya rumah nanti, buatlah seperti Lawang Sewu. Mereka membuat jendela seperti ini agar hawa dari luar bisa masuk ke dalam. Kita juga gak usah khawatir kalo anak kita kejedot jendela. Juga aman dari kucing” Kata Bapak Pemandu. Wow, bener juga yak kata si Bapak ini👍.
jendela unik di Lawang sewu
Setelah berkeliling selama hampir setengah jam, perjalanan kami bersama Bapak Pemandu pun harus berakhir. Dan kami membayar bapak itu sebesar Rp50.000. Haha gak nyesel deh nyewa si Bapak. Selain orangnya asik, beliau juga lihai kok dalam menjelaskan setiap bagian dari Lawang Sewu ini. Tapi kadang-kadang dia garing juga sih wkwk. Terima kasih ya, Bapak. Sayang, gue gak nanya namanya. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan sendiri tanpa si Bapak Pemandu. Eits, yang penting foto-foto.
Baris ketiga: Faly, Jonathan, Eka
Baris kedua: Alfyan, Daniel, Rima, Gina, Julian, Aris
Baris Pertama: Novi, Gue, Petra

Kami kemudian masuk ke dalam bangunan yang dulunya merupakan tempat untuk mencetak karcis kereta. Namun sekarang, sudah beralih fungsi menjadi ruangan untuk memamerkan segala macam atribut yang berhubungan dengan pemugaran Lawang Sewu.

Foto-foto di belakang gue menunjukkan
 tahap dan proses pemugaran Lawang Sewu
Yeah, kurang lengkap rasanya kalau berkunjung ke Lawang Sewu tanpa mampir ke Tugu Muda. Sambil menyelam minum air(?) Tujuan ke sini sih teteup buat foto-foto (y). Buat kalian yang belum tahu, Tugu Muda adalah Tugu setinggi 5,3 meter yang dibangun untuk mengenang para pahlawan yang gugur dalam peristiwa pertempuran 5 hari di Semarang. Pertempuran itu melibatkan warga Kota Semarang melawan tentara Jepang dan berlangsung pada 14 Oktober 1945 sampai 18 Oktober 1945. Tugu ini berbentuk seperti lilin, bermakna bahwa perjuangan rakyat Indonesia yang tidak pernah padam.

Tugu Muda, Semarang

foto di Tugu Muda
Dan........berakhirlah perjalanan kami mengunjungi Lawang sewu dan Tugu Muda. Ternyata, sebuah bangunan yang terkenal angker akan menjadi lebih menarik apabila dipugar dan dirawat kembali. Hal ini terjadi pada Lawang Sewu. Setelah selesai dipugar pada tahun 2011, pesona Lawang Sewu seakan-akan terpancar kembali menjadi bangunan peninggalan Penjajah yang megah dan jauh dari kesan angker. 

Tak perlu pergi ke tempat yang ‘mahal’ untuk bersenang-senang, jika tempat yang ‘murah' saja bisa membuatmu senang. Dan kami, sangat menikmati Lawang Sewu.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.